Jumat, 25 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 131

STARY RAPALINOV
Seorang guru baru tengah mengabsen murid-muridnya. Sang guru tertarik dengan sebuah nama, dan dengan penasaran si guru lalu memanggil muridnya.
Guru : “Stary Rapalinov, coba kemari!”
Murid : “Ya bu, saya.”
Guru : “Sini kamu nak, kamu keturunan Yugoslavia yach?”
Murid : “Nggak bu!”
Guru : “Lalu kenapa nama kamu Stary Rapalinov?”
Murid : “Oo…itu, Stary itu singkatan dari nama bapak saya (S)urtono dan ibu saya Su(tary)em.
Guru : “Mmmm…lalu Rapalinov?”
Murid : “Rabu Pahing Lima November.”

Minggu, 20 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 130


TENTARA ASING
Hari Minggu yang cerah dari arah Mako Koarmatim Surabaya berjalanlah 3 orang tentara asing yaitu tentara Amerika, Inggris dan Irak yang sedang menjalani latihan perang bersama dengan TNI AL  pesiar karena latihan sedang libur. Mereka naik angkot menuju Tunjungan Plasa. Di tengah jalan naiklah seorang wanita seksi dengan pakaian ketat dan rok mini. Melihat ada bule sang wanita mulai menggoda. Diangkatlah paha kirinya di atas paha kanannya dengan harapan ada salah satu diantara mereka yang tergoda. Namun tiba-tiba tentara Amerika melakukan penghormatan. HORMAT GERAK.   kedua temannya bingung dan bertanya

Inggris+Irak      :” Ada apa teman kamu kok hormat?”
Amerika           : “Ada tato bendera Amerika dipaha kirinya”

Si wanita jengkel merasa tidak diperhatikan. Akhirnya ia berganti posisi paha kanan diangkat di atas paha kirinya. Dengan harapan kali ini mereka akhirnya tergoda. Namun kai ini giliran tentara Inggris yang hormat. HORMAT GERAK. Kedua temannya lagi-lagi bertanya

Amerika+Irak   :”Ada apa teman kamu kok hormat?”
Inggris              : “Ada tato bendera Inggris dipaha kanannya”

Lagi-lagi si wanita jengkel karena merasa tidak dihiraukan. Karena posisi kanan salah. Kiri salah. Akhirnya si wanita mengangkangkan kedua pahanya. Dengan harapan ini usaha terakhir supaya mereka tergoda. Namun sama seperti kedua rekannya. Si tentara Irak juga melakukan penghormatan. HORMAT GERAK. Kedua temannya juga bertanya

Amerika+Inggris :”Ada apa teman kamu kok hormat juga? Apa ada bendera Irak disitu?”
Irak                  :”Tidak, kawan”
Amerika+Inggris :”Lalu mengapa kamu hormat?”
Irak                  : “ADA KUMISNYA SADAM HUSAIN”

Kamis, 17 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 129


OPERASI PLASTIK

Usianya boleh kepala 3. Tapi Dargombez tetap ingin penampilannya seperti anak 17 tahun. Maka operasi plastiklah ia. Setelah operasi berhasil mulailah dia pasang aksi. Mulanya dia nampang di sekitaran SMA komplek. Seorang siswi kelas 3 SMA lewat. Dargombezpun bertanya

“Eh, maaf. Bisa tebak usia saya berapa hayo?”pinta Dargombez
“Melihat wajahnya sih 18 tahun, ya?”tebak si gadis
“Maaf, anda salah. Usia saya 32 tahun.”jawab Dargombez puas.

Dargombezpun melanjutkan nampangnya. Kali ini diapergi ke Mc.Donal Delta Plasa. Sambil mengantri di kasir Dargombez iseng nanya ibu-ibu di depannya.

“Maaf, buk. Bisa tebak usia saya berapa?”Tanya Dargombez
“Sampean ini kalau menurut saya 19 tahun. Bener nggak?”terka si ibu
“Maaf, buk. Salah. Saya 32 tahun.”jawab dargombez puas

Untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan plasa dia bertanya kepada seorang nenek-nenek.

“Maaf, nek berapa usia saya?”Tanya Dargombez semangat
“Imbalannya apa?”nenek balik nanya
“Nenek mau apa?”Tanya Dargombez lagi
“Saya mau kamu telanjang di depan saya”pinta si nenek.

Busyet….gokil juga si nenek. Tapi demi rasa penasaran Dargombez menurutinya. Dargombezpun akhirnya telanjang juga.

“Sudah nek. Sekarang coba tebak usia saya?”Tanya Dargombez
“Eh, belum selesai. Kamu lari-lari dulu keliling plasa 3 kali sambil telanjang”Dargombezpun mendelik. Tapi demi penasaran dengan jawaban si nenek dia lari juga keliling plasa 3 kali.

“Udah nek. Sekarang tebak ya usia saya!”Tanya Dargombez sambil masih ngos-ngosan
“32 tahun kan”jawab si nenek
“Hah, kok tahu nek”jawab Dargombez kaget seakan tak percaya
“Ya tahulah. Wong di Mc.Donald tadi saya antri tepat di belakang sampean”

Dargombez : @#%$@!*&^%

Minggu, 13 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 128 (SPESIAL CERPEN)


KISAH CINTA CAP TUGU PAHLAWAN

Di bawah pohon mangga, sebelah kelas 3IPA2, siang itu saat istirahat kedua,   duduk manis Mina manis ditemani seekor kucing manis(sebuah kalimat yang manis). Mina gadis cantik di kelas 2IPA1, konon juga yang paling cantik di sekolahku tercinta SMA Negeri2. Adik kelasku dengan paras yang ayu biarpun namanya membuat aku agak-agak  terharu. INDAH LAMINATINGRUM. Mungkin jika sudah baca kisah sebelumnya, kamu pasti tahu sobat kenapa begitu dia punya nama. Seorang Gitapati marching band di sekolahku. Asal tahu saja selain mayoret sebagai pemimpin utama yang memimpin keseluruhan pemain marching band, baik musik, perkusi maupun penari bendera, dalam marching band juga ada gitapati pemimpin khusus para pemain musik untuk memainkan lagu-lagu dalam marching band. Aku adalah salah satu anggotanya. Sayangnya aku bukan pemain musik. Aku pemain perkusi. Aku penabuh bass drum. Dan asal kamu tahu juga  bahwa aku kenal Mina juga dari marching band ini karena aku seniornya. Dan dengan sisa-sisa penyakit gila yang aku punya, siang itu kucoba menggoda sang gitapati tercinta. Ku duduk di sampingnya. Kuelus-elus bulu kucing di sebelahnya sembari mulai menggoda.
“Kok bawa kambing sih?”tanyaku iseng
“Dion, ini kucing bukannya kambing”jawabnya agak sedikit senewen
“Iya kenapa kamu bawa kambing?’sekali lagi aku bertanya
“Ini kucing Dion, bukan kambing. Bisa bedain nggak, sih?” jawabnya mulai sewot.
“Yee, orang aku nanya sama kucingnya, kok” Wkakakak.. dan akupun langsung kabur sebelum aku dilempar meja belajar.

            Di lain hari aku lagi-lagi menggodanya. Pagi-pagi sekali ketika lima menit lagi bel berbunyi. Kubarengi langkahnya. Kuberjalan di sebelahnya sambil bertanya.
            “Mina, apa bedanya kambing sama kamu?”tanyaku menggoda
            “Aneh, deh. Apa coba?”tanyanya setengah manja
            “Kalau kambing makan.”jawabku
            “Kalau aku?”tanyanya lagi
            “Kamu juga.”jawabku
            “Yee.., itu mah sama. Mana bedanya? Apa lagi coba?”dia kembali bertanya.
            “Kalau kambing tidur”jawabku. Dan langsung dia potong
            “Aku juga kan. Ah, Basi. Kenapa sih selalu kambing yang ditanyakan?”
            “Yah karena kalau kambing bloon”jawabku
            “Kalau aku?”tanyanya penasaran
            “KAMU JUGA.”wakakakak…jawabku sambil lari sebelum aku dilempar tugu pahlawan. Dan entah kenapa, setiap kali aku menggodanya dia tak pernah marah. Apa dia mulai terjangkit penyakit gila yang aku punya? Itulah Mina. Kenapa juga aku selalu menggodanya? Apa aku suka? Kamu akan tahu di akhir cerita.

***

            Kembali ke kelasku. Tak susah jika mau mencari aku. Pojok belakang. Tas dekil. Ditambah warna bangku yang sawo matang(ini warna bangku apa warna kulit sih?). Para guru sudah tahu tabiatku kenapa aku duduk disitu. Bisa tidur tanpa sepengetahuan para dewan guru. Tabiat yang tidak perlu ditiru. Tapi tidak oleh Bu Erna guru sejarah yang selalu lucu dan yang selalu tahu kebiasaanku itu. Suatu hari ketika hendak tertidur tiba-tiba Bu Erna sudah di depanku sembari langsung bertanya.
“Ayo, Yon. Coba jawab. Kenapa Proklamasi kemerdekaan RI dibacakan oleh Pak Karno tanggal 17 Agustus 1945?”Tanya Bu Erna.
“Yah, kalo dibaca tanggal 17 Agustus 1935 kita kan belum merdeka, Bu.”jawabku setengah ngantuk yang disambut tawa semua teman sekelas. Wakakakakkk.
“Yang goblok ini sebenarnya siapa, sih?” Tanya Bu Erna bercanda. “Tapi aku senang dengan caramu caramu berpikir, Yon.”lanjut Bu Erna. Dan akupun  balik bertanya. “Bu Guru tolong jawab pertanyaan saya. Kalo ada tiga orang cewek, masing-masing membawa es krim, cewek pertama makan es krim dengan menggenggam contongnya, yang kedua dengan menjilati es krim tersebut, yang ketiga langsung mengulumnya, manakah di antara cewek itu yang sudah menikah?”. Lalu Bu Erna langsung menjawab, “Haaahhhh….. pasti yang makannya dengan mengulum langsung yaaaa…”jawab Bu Erna. “Salah…..harusnya dijawab yang sudah pake cincin kawin, tapi saya senang melihat cara berpikir Bu Guru…”jawabku spontan. Kali ini bukan cuma teman sekelasku yang tertawa. Bu Erna pun tak dapat menyembunyikan tawanya. Senang rasanya bisa membuat orang lain gembira.
Begitulah aku kesehariannya. Di dalam maupun di luar kelas, selalu saja ada yang gila. GOKIL. Dan makin hari penyakit gilaku ini tambah akut saja. Semua teman sepakat dan penuh ikhlas menyatakan aku gila. Entah kenapa juga aku terima saja. Senang malah dibilang gila. Dasar gila.Tapi kegilaanku itu segera sembuh jika aku sudah melihat senyuman. Milik gadis cantik berjilbab yang duduk di bangku paling depan. Anaknya putih, tinggi, halus ucapannya, ramah pula. Alamaak. Siapa juga yang tak suka. Namanya singkat saja hanya satu kata. LAYLA. Dia lebih sering menuliskan namanya LAY. Tapi teman-temannya lebih sering memanggilnya LALA. Sudah tiga tahun aku selau sekelas dengannya. Dari hari ke hari aku baru menyadari bahwa aku jatuh hati padanya. Setiap hari selalu saja Layla yang melintas di kepala. Aku tak yakin apa teman-temanku yang lain tahu apa yang kurasa. Tapi tidak dengan Dewo. Teman sebangkuku yang selalu tahu apa yang kurasa dan kumau. Termasuk perasaanku terhadap Layla. Dan di kelas ketiga ini aku bermaksud mau menembaknya(emang burung). Untuk itu mulailah aku Pedekate.
Suatu pagi berjalan kita berdua dari parkiran sepeda kita. Mulanya kita hanya berjalan beriringan. Sambil memutar otak gimana caranya memulai pembicaraan. Mulailah dia kuajak bicara seadanya.
“La, tebak-tebakan, yuk!”ajakku dalam rangka bingung mau ngomong apa.
 “Boleh. Apaan?”tanyanya lembut
“Tahu burung, kan?”kubuka pertanyaan
“Ya tahulah. Ih, pagi-pagi ngomongin burung.”jawabnya manis
“Hayo burung apa yang suka hinggap di dinding?” tanyaku asal.
“Burung kakak tua”jawabnya.
“Itu kan lagu, La”balasku
“Lah, terus apaan?tanyanya
“Burungnya cicak”wakakakak…jawabku yang disambut senyum manisnya
“Ada-ada aja kamu, Yon”ucapnya
“Nah, kalo burung yang pertama kali mendarat di bulan, burung apa?”
“Tau, ah. Pasti salah lagi, deh”jawabnya
“Ah, Nggak seru ah. Coba dulu dong!”pintaku
“Apa, ya? Oh, ya aku tahu.” Jawabnya
“Burung apa?”tanyaku penasaran
“Burungnya neil Amstrong”jawabnya sambil cengar-cengir
“Kok tahu, sih?”tanyaku penasaran
“Ya iyalah…burungnya Neil Amstrong. Masak burungmu” balasnya.
“Bisa ngelucu juga ya. Ha..ha..ha”
Kamipun tertawa bersama sambil tetap berjalan beriringan sampai menuju kelas. Dan pagi itu berlalu dengan cerahnya secerah hatiku yang mulai cenat-cenut (yang cenat-cenut bukannya kepala mas?). Dag dig dug maksudnya. Susah banget ngomongnya. Begitu aku masuk kelas langsung menuju bangku kesayangan, pojok belakang. Bibirku yang cengar-cengir seperti terbaca dalam pikiran Dewo. Begitu duduk di sebelahnya aku langsung ditanya”Kelihatannya ada yang sedang kasmaran, nih?”tanyanya. Dan tak perlu kujawab Dewo sepertinya sudah tahu jalan pikiranku. “Wo gimana ya caranya nembak dia?” tanyaku sembari tetap cengar-cengir dan menatap ke arah Layla. “Gampang. Cari Koramil terdekat. Pinjam bedil Kopral Jono. Tembaklah dia!”jawab dewo asal. “Dasar wong edan!” hardikku sambil mau kujitak kepalanya yang berintik kalau saja Pak Stefanus Jegalut(terbaca oleh anak-anak: Jogolaut) guru fisika kita tiba-tiba muncul di depan pintu dan langsung memulai pelajaran.
Sepertinya aku tak peduli kalau EBTANAS (sekarang namanya UNAS) sudah sebentar lagi. Belajar harus. Mikirin Layla wajib. Aku tetap saja mencari jalan untuk bisa dekat dengannya. Kalau untuk urusan gila, aku ahlinya. Tapi kalau urusan cinta, sepertinya aku orang urutan ke seribu empat ratus tiga puluh lima. Apalagi melihat perbedaan aku dengannya, jauh banget. Dari cara berpenampilannya kelihatan dia dari keluarga berada. Motornya saja Yamaha Force One Z(F1Z) warna merah keluaran tahun 1998, layaknya motor laki-aki dengan kopling manual di tangan. Nomornya pun cantik pula. Berhubung dia beli di Surabaya maka dia bisa menggunakan huruf L. Lengkapnya L 4111 LA. Cantik kan. Terbaca Laiiila. Gimana nggak keren coba. Sementara aku penampilan ancur punya. Baju putih tipis celana abu-abu komprang, ditambah dengan sepatu yang sudah usang. Warnanya pun meragukan. Hitam atau abu-abu. Kemana-mana setiap hari Cuma menggenjot sepeda jengki tua milik ayah. Kalau untuk urusan prestasi aku tak pernah rendah diri meskipun aku dari keluarga sederhana. Tapi kalau untuk urusan cinta aku pikir-pikir juga.

***

Seperti hari-hari sebelumnya, setiap rabu sore jam setengah empat saatnya latihan maching band sekolah. Dan saatnya ketemu lagi dengan Mina. Pak Afnan pelatih kami sudah menunggu sejak jam tiga tadi. Satu per satu kami menuju gudang untuk mengambil alat kami masing-masing. Sesaat sebelum aku masuk gudang, pandanganku secara tak sengaja menoleh keluar. Tampak dua orang saling bercakap-cakap. Dua orang yang diberi ketidaksempurnaan oleh Tuhan. Yang satu sumbing, satunya gila. Tapi entah mengapa mereka berdua bisa nampak akrab bercakap-cakap. Terusik aku untuk mendengarkan percakapan mereka berdua. Orang Gila ditegur Orang Sumbing.
 “Dasal gila, celana difake tutufin fala bukan difake tutufin fantat.”kata orang sumbing
 “Lu yang gila, bibir bagus-bagus pake digunting!!” Jawab orang gila
Sambil mengambil bass drum aku tersenyum dalam hati melihat mereka berdua. Tak terasa bibirku mengucap Ahamdulilah. Aku diberi kesempurnaan lebih daripada mereka. Terima kasih Ya Allah. Engkau kirim mereka berdua untuk mengingatkan hamba. Bahwa masih banyak yang kekurangan dari kita.. Maka jangan pernah merasa selalu kekurangan. Ketika aku masih terdiam berfikir, merekapun melanjutkan percapkapan.  Mereka bermain dokter-dokteran.
“Eh, main doktel-doktelan yuk. Kamu jadi olang gila aku jadi doktelnya” kata orang sumbing. (sebenarnya yang gila yang mana nih. Sudah tahu orang gila masih disuruh jadi orang gila). Tapi anehnya si orang gila mau aja.
Dokter : “Afa namanya ini …?” (sambil nunjuk mulut)
Pasien  : “Pasti mulut dong ….”
Dokter : “Wah kamu udah agak waikan…, tafi sekali lagi yah…”
Dokter : “Afa namanya ini ..?” (sambil nunjuk mata)
Pasien  : “Wah dokter ini bagaimana sih, itu kan mata dok.”
Dokter : “Telnyata kamu wetul-wetul sudah walas…..”
Pasien  : “Iya dong dok, orang kan mikir pake ini..” (sambil nunjuk jidat)
Dokter : “Afa namanya itu…?”
Pasien  : “Pantat…!!!!!”
Dokter : “!@#$%^&*()_+”

Hahahaha…. . Aku tertawa dalam hati. Bergegas aku menuju lapangan untuk mulai latihan sebelum aku juga mulai gila seperti mereka berdua. Kami letakkan semua peralatan kami di tengah lapangan. Kami tidak langsung berlatih. Tapi duduk melingkar di tengah lapangan sambil mendengarkan arahan dari pelatih. Dan tanpa sepengetahuanku, Mina sang gitapati kita tercinta sudah berada tepat di sebelah kiriku. “Ehem….” Terdengar dia berdehem yang disengaja. “Ehem juga…” kubalas dehemannya. Tampak Pak Afnan tetap melanjutkan arahannya.
“Serius amat? Amat aja nggak serius.” Tegurnya pelan tanpa menoleh kepadaku
“Ya jelaslah Amat nggak serius, orang si Amat nggak ikutan marching band” jawabku nggak kalah asal.
“Ih, kamu Yon. Ada saja jawabannya. Sekali-kali ngalah kek sama perempuan.”
“Oh, perempuan toh? Kirain laki-laki”jawabku makin asal
“Dioooonn… mesti, deh. KUMAT” jawabnya dongkol sambil manyun. Kulirik matanya terihat kalau dia tidak marah. Malah cengar-cengir. Jadi GR sendiri. Kenapa sih nggak pernah marah kalau kugoda. Padahal aku selalu jail sama dia. Sambil tetap memperhatikan arahan dari  pelatih kami tetap mengobrol.
“Yon, menurut kamu aku cantik nggak?’tanyanya  yang spontan membuat aku jadi menoleh ke arahnya. Kuamati dari ujung rambut sampai ujung rambut lainnya (habis nggak berani lihat semakin ke bawah. Iman kuat, si Amin nggak. Jadi ya cukup rambut saja).
“Mau tau jawabanku?” kubalik bertanya
“Iiih, ditanya malah nanya” jawabnya mulai kesal
“Kalau nilai 100%, nilai cantikmu itu Cuma 10%”jawabku pelan tetapi membuat raut wajah manisnya berubah menjadi kecewa. Dengan penasaran dia lanjut bertanya.
“Gitu ya, Yon. Di matamu aku nggak cantik ya”.
“Lho, aku kan nggak bilang begitu. Aku bilang nilai cantikmu itu Cuma 10 %. Yang 90% CUUUAAANNNNTIIIK POL.” Jawabku lagi yang kali ini disambut dengan senyuman lirih sambil tersipu malu serta memukul-mukul pundakku.
“Dasar Dion. Tetap saja ngerjain aku. Tapi sungguh, yang barusan membuat aku terharu. Baru kai ini kamu memujiku. Biasanya kan selalu ngejailin aku.” Jawabnya lanjut yang dibarengi dengan raut muka yang berkaca-kaca.
“Kamu manis kok. SUER. Aku aja bingung. Kok mau anak secantik dan semanis kamu dekat sama aku. Lihat aku. Jauh dari keren dekat sama kehancuran.” Jawabku kini yang mulai serius.
“Ah, nggak kok. Kamu nggak jelek-jelek amat kok. Paling Cuma 10%. Yang 90% ancur total”jawabnya yang langsung kusambut dengan tawaku lirih. Bisa juga dia bercanda.
“Bales nih, ceritanya?”
“Biarin” sejenak kami berhenti  berkata-kata.  Lalu tiba-tiba dia bertanya lagi.
“Yon, boleh nanya sesuatu nggak? Tapi agak pribadi, sih. Boleh nggak dijawab kok kalau nggak suka.” Tanyanya
“Boleh. Apaan?”tanyaku
“Apa cewek seperti aku ini masuk kriteria cewek idamanmu. Eh, gini. Maksudku apa kamu tidak suka tipe-tipe cewek kayak aku gini?”
“Maksudnya?”tanyaku
“Eh, gimana ya? Aku kan nggak berjilbab. Apa cewek  kayak aku gini nggak ada tempat di hatimu. Aduuhh… gimana ya. Maksudnya boleh nggak kalau….” Dia berhenti bertanya sambil kelihatan salah tingkah.
“Kalau apa nona manis…?”tanyaku
“Nggak jadi, deh.” Jawabnya
“Eh…itu sudah mulai latihan. Aku ke depan dulu ya.” Ucapnya sambil mulai maju ke depan memimpin barisan pemain musik. Diapun mulai memimpin.
“Tu..wa..tu..wa..ga..pat”teriaknya sambil mengayunkan tangan pertanda musik dimulai. Sambil berlatih sesekali kuarahkan pandanganku kearah Mina.  Dia nampak acuh dan sesekali juga dia mencuri pandang ke arahku. Aku jadi bertanya dalam hati. Ada apa gerangan. Aku bukan laki-aki bodoh.  Yang berlagak tak tahu apa maksud Mina. Dari ucapannya tersirat kalau dia sebenarnya menyukai aku. Tapi sekali lagi aku tak berani berharap. Sudah kubilang untuk urusan cinta aku orang urutan yang ke-seribu empat ratus tiga puluh lima. Terus kupikir-pikir pertanyaan Mina barusan hingga latihan usai aku masih tetap kepikiran perkataan Mina. Oh Mina….benarkah kau menyukaiku. Lalu gimana dengan Laylaku. Oh.
Latihan selesai. Kami kembalikan peralatan kami ke gudang. Di gudang sekali lagi aku bertatap mata dengan Mina. Dan sekali lagi aku juga tak berani berharap banyak dari tatapan matanya. Padahal dalam hatinya berkata(“Ayo dion. Masak aku yang harus mulai duluan sih?). “Mina yang tadi itu…” belum selesai aku bertanya dia langsung keluar. Menoleh ke arahku sebelum berlalu menuju parkiran. Kucoba menyusul tapi keburu dia sudah duluan keluar. Akupun menuju sepeda jengkiku. Ketika hendak kukayuh pedal kiriku Mina telah menunggu di depan pintu parkir. Sambil menyerahkan sebuah kertas dia lantas berlau tanpa sempat berpamitan kepadaku. Sebuah Suzuki Katana telah menunggu. Penasaran aku. Apa isi tulisan dalam kertas ini. Perlahan kubuka dan kubaca.
Sebelumnya aku minta maaf. Aku suka sama kamu. Tapi aku tahu mungkin saat ini hatimu bukan untukku. Aku tahu kamu sedang  mengejar gadis berjilbab di kelasmu yang bernama LAYLA. Yon, maaf berjilbab adalah pilihan. Tapi apa yang tidak berjilbab tidak pantas untuk dicintai.

Mina.

Begitulah bunyi tulisan dari Mina. Kuakhiri membaca tulisan dari Mina dengan bunyi BRUAAKKK… . Yah, begini ini Resiko kalau baca sambil naik sepeda. Sepedaku dengan sukses menghantam gardu satpam.

***

Malampun datang. Kedua mata ini belum juga mau terpejam. Aku menimang-nimang perkataan Mina tadi siang. Lalu aku teringat Layla. Mina jelas-jelas menyukaiku. Dan sesunguhnya dalam hati kecilku berkata bahwa aku juga suka sama dia. Tapi entah kenapa rasa itu kalah oleh rasa sukaku kepada Layla. Gadis yang selama tiga tahun ini berusaha kukejar. Jadi bingung. Aku lebih suka Layla tapi belum tentu Layla suka sama aku, Sedangkan Mina sudah jelas-jelas menyukaiku. Pilih mana ya? Sambil tetap penuh bimbang mata ini sayup-sayup mulai meredup. Dan akhirnya tertidur.
Dalam tidurku aku bermimpi. Bukannya memimpikan salah satu diantara mereka berdua, eh malah aku bermimpi naik unta. Entah apa arti mimpiku itu. Tapi dalam mimpiku itu aku menemukan sebuah lampu ajaib diatas punggung unta. Berharap seperti dalam cerita-cerita 1001 malam dengan menggosok lampu aku akan mendapatkan 3 permintaan. Dan benar saja setelah kugosok lampu itu, keluarlah sesosok Jin yang gendut sambil tertawa lirih sembari menawarkan 3 permintaan.
“Silahkan, kuberi 3 permintaaan…86”ucap jin itu(ini jin kayaknya mantan breaker, deh). Sambil sejenak berpikir aku mulai meminta. Namanya juga mimpi. Jadi aku minta apa saja yang kusuka
“Oke yang pertama, aku ingin punya badan seperti RAMBO”permintaan pertamaku kuajukan.
“Dikabulkan…86” ucap jin.
“Yang kedua aku ingin jadi walikota”permintaan kuduaku sedikit ragu.
“Laksanakan…86” ucap jin kembali.
“Dan yang ketiga(sambil mau-malu) aku ingin anuku sebesar anunya unta ini”itulah ketiga permintaanku yang kuajukan ke jin tadi sambil aku menunjuk kea rah kemaluan si unta.
“Siap bos perintah dilaksanakan. Apa ada perintah yang lain untuk om jin bos…86”tanya jin sebelu menutup permintaan.
“GPL. Gak pakek lama” pintaku terakhir yang tidak dihitung sebagai permintaan.
“Kalau begitu tutup matamu. Dan ketika kamu buka matamu kembali, kamu sudah akan mendapati permintaanmu terkabulkan. Selamat menikmati. 813 … 85 … selamat siang.”ucap sang jin seraya langsung menghilang
Dan seketika itu juga dalam sekejap tiba-tiba CLING. Aku yang tadinya naik unta sekarang sudah berada di salam sebuah ruangan. Kucoba periksa satu per satu permintaanku. Kubuka bajuku, Kuperiksa dan betapa terkejutnya aku ternyata badanku beneran jadi seperti RAMBO. Kekar dan berotot. Dalam hatiku aku berkata. Aha… permintaanku pertama  sukses. Segera kuperiksa permintaan kedua. Kulihat sekeliling dan pandanganku berhenti pada sebuah Foto dalam pigura besar. Foto itu adalah fotoku dengan menggunkaan uniform. Tertulis di bawah foto WALIKOTA SURABAYA. Puaslah aku dalam hati. Permintan keduaku juga sukses.Lalu buru-buru kuperiksa permintaan terakhir. Segera kubuka celanaku. Tapi betapa terkejutnya aku saat melihat anuku. Ternyata aku nggak nyadar kalau unta yang kunaiki tadi ternyata UNTA BETINA. Oh…tidaaaaakkk. Dan akupun terbangun dari mimpiku itu. Untung cuma mimpi. 

***

Pagi itu di sekolah aku nampak gelisah. Berdebar hatiku berdebar, deras darahku mengalir. Bergetar tubuhku bergetar, menahan gejolak hati. Sungguh aku malu, malu, malu, malu mengutarakan hasratku. Sungguh aku ragu, ragu, ragu, ragu mangatakannya padanya. Sudah kurangkai kata untuk menyampaikan rasa. Tapi di hadapannya buyar tak tentu rimbanya. Jangankan untuk merayu bahkan menatap matanya ternyata aku tak mampu. Terkesima diriku memandang pesonanya. Gugup kelu dan kaku lidahku memandang wibawanya.(Sebentar…sebentar. Kayak pernah dengar. Lagunya siapa ya? Ah terlalu….). Jadi bingung sendiri. Maju mundur. Katakan? Tidak? Hati bilang katakan. Tapi mulutku bilang tidak. Dan kebingunganku itu ditangkap oleh Dewo. Tanpa menunggu aku minta dia langsung menawarkan jasa.
“Perlu dibantu, Bro?” tanyanya padaku
“Apanya?”tanyaku berlagak nggak tahu.
“Apanya. Apanya. Ya nembaknya. Jadi nggak? Tanyanya padaku.
“Ya, jadi dong.”jawabku.
“Berani?”tanya Dewo kembali
“Nah,itu dia majalahnya? Nggak.”jawabku cebgengas-cengenges.
“Majalah? Masalah maksudmu?” tanyanya lagi
“Iya, itu maksudku. Aku nggak bisa bilang masalah”kataku
“Nah, itu bisa”sanggah Dewo
“Keprucut”jawabku asal
“Kampret…! Masih bisa becanda ya. Giliran suruh nembak saja panas dingin” jawab Dewo kesal. “Mau dibantu, nggak?” Tanya Dewo lagi menawarkan.
“Dibantu gimana?”tanyaku makin oon
“Ya, dibantu nembak dodooollll….. Ni, anak oon gak bagi-bagi.” Ucap Dewo kesal.
Dan tanpa menunggu jawaban dariku Dewo langsung berjalan menuju tempat duduknya Layla. Kulihat dari belakang nampak Dewo bercakap-cakap dengan Layla sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke arahku. Entah apa yang dibicarakan mereka. Yang jelas di bangku belakang itu aku menunggu jawaban darinya. Jawaban yang sudah aku nanti-nantikan. Ditolak atau nggak diterima ya?(pilihan yang dua-duanya oon). Cuma sekitar kira-kira 2 atau 3 menit mereka bercakap-cakap, lalu Dewo kembali berjalan ke arahku sambil ketawa-ketiwi. Perasaanku jagi GR sendiri. Apa diterima ya? Si Dewo kok senyam senyum. Lalu sekejap saja dia sudah duduk di depanku seraya berkata
“Bro. Sepertinya malam ini kamu nggak akan bisa tidur.” Ucap Dewo menggoda. Dan aku semakin GR saja.
“Yang benar kamu, Wo? Jadi aku diterima, Wo?”tanyaku nggak sabar
“Yeee…Aku kan nggak bilang gitu. Kan Cuma bilang malam ini kamu nggak akan bisa tidur”jawab Dewo lagi
“Maksudnya? Apa itu artinya aku nggak diterima? Betul gitu, Wo?” tanyaku mulai kecut.
“Kawan. Jangan kecewa. Mungkin belum saatnya kamu pacaran. Soalnya Layla bilang. Kalian berteman saja. Usia kalian masih muda. Masih banyak yang bisa dilakukan dari sekedar pacaran. Bukankah berteman lebih mengasyikkan tanpa harus ada ikatan.Sampaikan sama Dion, dia baik. Aku senang berteman dengannya. Dan akan selalu senang berteman dengannya. Dan itu artinya, dikau ditolak kawan” ucap Dewo bersemangat tanpa melihat ke arahku dimana sudah mulai ada butiran titik air di sudut mataku. Yang sewaktu-waktu bisa jatuh tanpa menunggu komando dariku. Sungguh penolakan yang halus. Tiga tahun aku menunggu, dan selalu setia menunggu. Dan kini aku tahu. Bahwa Layla tidak ada hati untukku.
Tapi pantang bagi seorang Dion untuk menangis hanya karena sebuah cinta. Benar kata Layla. Masih banyak yang bisa aku lakukan. Dari hanya sekedar pacaran. Kubalik badan keluar ruangan. Usai istirahat kedua habis waktunya aku tak kembali masuk kembali ke kelasku. Sambil masih ada sedikit pilu, aku menghibur diri dengan duduk-duduk di belakang kebun sekolah sambil sesekali melempar batu ke dalam genangan air kolam. Untuk beberapa waktu aku tertegun, hingga tanpa aku sadari kehadirannya, ada orang lain juga yang melempar batu ke dalam kolam. Cemplung. Sebuah batu masuk ke air yang diiring riak gelombang yang berbentuk melingkar semakin melebar memenuhi sudut kolam. Kutoleh ke arah si pelempar. Ada Mina disitu. Entah mulai kapan dia sudah ada disitu. Apa sedari tadi dia mengetahui yang terjadi padaku. Dihampirinya aku dan dia duduk di sebelahku.
“Kecewa, Yon?”Tanya Mina memulai pembicaraan
“Hmmm…? Apanya?” tanyaku seolah dia tak mengerti
“Aku tahu kok yang terjadi barusan. Gak usah cerita. Dari tadi aku memperhatikanmu di dalam ruang kelasmu. Sengaja aku berdiri tak jauh dari kelasmu, karena kuihat sejak awal kamu datang tadi pagi, kamu sudah nampak gelisah. Pasti ada sesuatu. Makanya saat istirahat kedua aku mendekati kelasmu. Sekedar ingin tahu. SABAR.”Mina mengakhiri pembicaraannya dengan nasehat. Untuk beberapa saat kami hanya diam. Sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Hingga sayup-sayup bel tanda pulang terdengar nyaring memecah lamunan kami.
“Pulang, yuk. Sudah jangan dipikiri. Ceria dong, Yon. Ehm, boleh nggak dibonceng pulang.”ajaknya sambil meminta bareng
“Lah, aku kan Cuma naik sepeda jengki.”tanyaku bingung.
“Yah, anggap aja naik kuda”jawab Mina sambil mulai berdiri dan berjalan menuju puang.
“Terus Suzuki Katanamu gimana? Kan kamu kesini bawa mobil?”tanyaku.
“Gampang biar diambil supirnya papa”jawabnya.
“Nggak malu?”tanyaku ragu
“Kenapa? Memang nggak boleh naik sepeda?”Tanya Mina
“Ya sudah. Yuk”ajakku sambil langsung berlalu mengikuti langkah Mina yang telah berjalan lebih dulu. Keluar dari parkiran kami langsung berboncengan.  Melihat Mina di belakang boncengan sedikit terobati rasa kecewa tadi pagi yang menimpaku. Masih ada yang perhatian kepadaku. Kuantar hingga depan rumahnya. Kutolak tawarannya untuk mampir ke rumahnya. Lalu segera aku balik menuju rumahku. Sebelum jauh aku dengar Mina berteriak “Yoooonnn….. tawaranku masih berlaku”. Tawaran? Aku tahu maksudnya. Dengan sedikit berbunga aku kayuh sepedaku belangkah pulang ke rumah. Malamnya aku pikir-pikir lagi tawaran itu. Lalu tersirat keinginan untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan. Lalu kumulai memejamkan mataku sambil bertekad besok aku akan terima tawaran Minaku.


***

Di ujung parkiran aku berdiri, menunggu Suzuki Katana dengan setia sambil senyum-senyum sendiri. Menunggu si penumpang turun dan menghampiri. Tapi ini sudah mau masuk lima menit lagi yang ditunggu kok ya belum datang juga. Mulai gelisah apa Mina nggak masuk hari ini. Tapi tepat 2 menit sebelum bel berbunyi yang dinantipun akhirnya menampakkan diri. Saat sedang menanti dengan bersenang hati, sebuah tepukan diiringi sapaan setengah teriakan tiba-tiba muncul dari belakangku ini.
“Hooiii….. Nunggu siapa? Sudahlah Boy. Masihkah kau menunggu Layla” Tanya sang penegur yang ternyata si Dewo
“Yee… siapa juga yang menunggu Layla?”jawabku mengelak
“Lha, terus disini nunggu siapa, Sobatku yang tercinta?”Tanya Dewo lagi menggoda.
“Nunggu, kamu orang Bangladesh.”jawabku mengalihkan perhatian kalau aku sedang menunggu Mina
Oh, my God. Really? So sweet… Okay, let’s go bibeh ajaknya sambil becanda kebritish-britishan. Dan akupun mengikutinya menuju kelas sebelum aku sempat bertemu Mina. Padahal dari tadi aku menunggu ingin menyatakan sesuatu kepadanya. Tawarannya. Aku menerimanya. Tapi si brewok satu ini nggak bisa diajak kompromi. Langsung menyeretku ke dalam kelas. Dan akupun hanya bisa pasrah.
Di jam istirahat yang pertama, Dewo mengajakku ke kantin sekolah. Di sana dia mengajakku ngobrol.
“Yon, kamu kan kemarin sudah aku tolong. Gantian dong.”pintanya memulai pembicaraan.
“Tolong?Gantian?Maksudnya?”tanyaku belum jelas
“Gini, Yon. Sebenarnya sudah sejak lama aku memperhatikan seorang gadis. Dia adik kelas kita. Dan aku langsung jatuh hati padanya. Anaknya manis, rambutnya panjang,putih, kaya lagi”jelas Dewo tentang ciri-ciri gadis yang disukainya
“Dasar matre”jawabku
“Memang.”balas Dewo
“Anak kelas berapa. Kelas satu?tanyaku
“Bukan. Kelas 2. 2IPA1 tepatnya. Dia ikutan marching band. Kamu kenal kok.” Kata Dewo menjelaskan.
“Sebentar. Jangan kamu bilang kalau gadis yang kamu taksir itu namanya INDAH LAMINATINGRUM. Gitapati tercinta marching band sekolah kita. Yang wajahnya mirip Nafa Urbach itu” tanyaku sambil berharap memang bukan dia yang dipuja.
“Tepat, BROTHA. Anda mendapatkan sesuah kulkas 3 pintu 2 jendela dan 1 kamar mandi karena jawaban anda tepat sekali.” Jawab Dewo penuh semangat. “ Dan rencananya aku minta bantuanmu dhulur, buat nembak dia. Seperti saat aku bantu kamu nembak Layla. Gimana?”
Aku tak menjawab. Hanya tertegun seorang diri mendengar jawaban Dewo. Ternyata gadis yang ingin kujadikan pelipur lara, ternyata disukai juga oleh sobatku tercinta. Apa aku tega. Di depanku Dewo tersenyum gembira tanpa tahu apa yang sebenarnya aku rasa. HATIKU REMUK. Ah, Mina mungkin engkau bukan jodohku juga. WASSALAM


***

13 Tahun kemudian (Desember 2010)
            Senin pagi awal bulan, seperti biasa kami seluruh pegawai Pemkot Surabaya berkumpul di Taman Surya untuk mengikuti apel pagi. Satu per satu para pegawai negeri itu menuju lapangan Taman Surya. Sebelumnya mereka harus handkey terlebih dahulu(Sistem absent dengan menggunakan metode meletakkan telapak tangan) di gedung jalan Jimerto. Setelah kami menekan angka pin kami yang berjumah 4 digit lalu tekan enter, kami letakkan kelima jari tangan kami di atas mesin pemindai. Setelah itu muncul tulisan nama disertai tulisan ID diterima. Misalkan Winarsih ID diterima. Tak terkecuali aku. Pagi itu yang mengantri absent sudah banyak. Meskipun mesin pemindai berjumah 4 tetap saja antrian setiap harinya memanjang. Apalagi mendekati pukul 7.30. Karena jam kerja kami dimulai pukul 7.30. hinga 16.00.
            Pagi itu aku mengantri di belakang seorang perempuan berjilbab yang juga menunggu giliran handkey. Tiba juga gilirannya untuk handkey. Di tekannya 4 digit nomor pinnya lalu diletakkanlah kelima jarinya. Setelah itu dia balik kanan dan segera menuju Taman Surya. Tiba giliranku. Namun saat aku hendak menekan angka pinku aku terkejut sejenak. Karena di mesin pemindai itu meninggalkan tulisan. INDAH LAMINATINGRUM ID diterima. Kutoleh kearah perempuan tadi dengan maksud mencarinya.namun kulihat antrian sudah mamanjang dan tidak etis aku berama-ama di depan mesin pemindai. Setelah selesai handkey aku bermaksud mengejar perempuan tadi. Tampak belum jauh dia berjalan. Aku berlari menyusulnya. Tepat di belakangnya aku dengan sedikit ragu  menyapa “MINA”. Perempuan itu menoleh. Dan ternyata, Ya, Allah dia memang MINA. Gadis pelipur laraku. Sejenak hati ini berbunga. Bernostalgia. Mengenang dia saat SMA
            “Mina, kan? SMA2?Aku Dion masih ingat?Alhamduilah kamu berjilbab sekarang” tanyaku sekedar meyakinkan hati.
“Aku sudah tahu, Yon. Kamu di PU Bina Marga toh.” Jawabnya tak kuduga
“Kamu tahu? Kok bisa?”tanyaku heran
“Aku Tahu semua tentang kamu. Asal kamu tahu Dion. Setelah kamu lulus dan meninggalkan aku dulu tanpa sedikitpun mempertimbangkan tawaranku. Aku selau mencari info tentang kamu. Ketika aku tahu kamu masuk ITS jurusan Teknik Mesin aku masuk ITS juga jurusan Teknik Informatika. Aku tahu akademikku kurang. Tapi bakat softwareku tinggi. Akhirnya kupilih jurusan itu. Tapi sayang biar kamu masuk duluan, tapi wisudanya kok belakangan. Betah banget 13 semester. Dan akupun wisuda duluan. Aku diterima kerja duluan di perusahaan elektronik LG di Tangerang.Dan ketika aku tahu kamu keterima CPNS aku juga ikutan. Aku mengundurkan diri dari LG Dan alhamdulilah aku diterima juga menjadi CPNS. Aku ditempatkan di Bina Program. Dan aku tahu kamu di PU Bina Marga dan Pematusan. Kantormu Tambaksari Kan? Di UPTD alat berat. Tugasmu monitoring rumah pompa kan? Aku tahu semuanya.”jawab Mina panjang lebar.
“Kok kamu bisa tahu semuanya, sih?tanyaku penasaran.
“Yon, kamu tahu TUGU PAHAWAN. Yang tetap menjulang tak lekang oleh  panas dan hujan. Seperti itulah cintaku kepadamu. Aku masih sendiri. Dan aku tetap menantimu.”ucap Mina
“Ya, Allah Mina. Sebegitunya kah. Maaf soal tawaranmu dulu. Aku tak bisa. Aku tak ingin menyakiti siapapun waktu itu. Temanku Dewo juga menyukaimu. Nggak mungkin aku tega melukainya.”jawabku menjelaskan.
“Yah, aku tahu. Sahabat. Lebih utama dimata kamu. Aku salut itu. Apa masih ada harapan untukku saat ini.”tanya Mina.
 “Aku rasa kamu sudah tahu jawabannya. Kamu juga Pegawai Negeri. Kamu tahu aturannya gimana. Aku sudah berkeluarga.” Jawabku
”Andai saja Undang-Undang bisa berubah. Bahwa pegawai negeri diperbolehkan menikah lebih dari satu. Aku rela meski hanya menjadi yang kedua. Aku tahu kamu sudah menikah dan punya anak tiga.” Mina berhenti sejenak sambil menarik nafas panjang. “Tapi aku tahu realita, Yon. Itu nggak mungkin. Jadi aku tidak akan berharap lebih kepadamu. Dengan selau tahu keberadaanmu dan bisa sedekat mungkin sama kamu, itu sudah cukup buatku.”ucap Mina yang terpotong oleh suara yang keluar dari pengeras suara merk TOA.
SELURUH KARYAWAN DAN KARYAWATI PEMERINTAH KOTA SURABAYA HARAP SEGERA MEMASUKI LAPANGAN UPACARA.
Minapun bergegas mengajakku segera menuju lapangan taman Surya.
“Ayo, Yon. Kita ke lapangan. Jangan sampai Bu Risma menanti.” Ajaknya kepadaku yang langsung kubuntuti di belakangnya. Namun, uff.. keplekku jatuh. Mina meninggalkan aku yang hendak mengambi keplekku yang jatuh. Belum sempat kepleku aku ambil tiba-tiba terdengar suara criiiiiitttttttttttttt……… BRAKKK. Sebuah sepeda motor merk Yamaha Bison bernopol L 2396 NU melaju agak sedikit kencang dari arah jalan sedap malam terdengar menabrak seseorang. Kulihat tubuh Mina sudah terkapar bersimbah darah di atas aspal. Aku terkejut.
MINAAAAAAAA…………………..



Kamis, 10 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 127


TES URINE

Di sebuah poliklinik, datang Dargombez sendirian untuk periksa kesehatan. Di depannya sudah mengantri seorang anak muda yang juga mau periksa. Tak lama ada panggilan masuk. Masuklah anak muda tadi ke dalam ruang periksa. Sepuluh menit kemudian pemuda tadi keluar dengan menangis seraya memegangi jarinya. Merasa Heran Dargombez bertanya

”Dik, kenapa menangis?”Tanya Dargombez heran
”Tadinya saya cuma mau tes golongan darah,Pak. Kan diambil sempel darah saya di ujung jari, eh jari saya kepotong”jawab pemuda itu sambil tetap menangis. Mendengar itu Dargombez juga ikut-ikutan menangis. Malah lebih kencang. Si pemudapun penasaan bertanya

“Pak, yang kepotong saya kenapa bapak yang menangis?” Tanya si pemuda
“Iya, Dik. Masalahnya habis ini saya mau tes urine” jawab Dargombez polos

Senin, 07 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 126


MBOK JANGAN BEGITU

Dalam perjalanan pulang dari Royal Plasa Dargombez naik angkot. Dia duduk di bangku depan dekat sopir. Berdua dengan seorang ibu-ibu yang sedang mamangku anaknya yang masih berusia 1tahun tepat di sebelahnya. Sambil berdesakan dengan si ibu Dargombez mulai merokok. Asapnya mulai menyebar ke kanan kiri. Si ibu dan anaknya mulai menutup hidung karena tidak tahan asap rokok. Lama kelamaan si anak batuk-batuk. Ibu itupun menegur Dargombez.

“Pak, maaf. Mbok jangan begitu. Kalau saya sih nggak papa. Anak saya yang gak tahan” protes si ibu.

Menyadari itu Dargombez mematikan rokoknya. Perlahan angkot tetap berjalan. Tepat di depan Kebun Binatang Surabaya si anak mulai merengek minta ASI. Dengan tanpa menghiraukan kanan kiri si ibu mulai membuka baju bagian atasnya untuk menyusui anaknya. Dargombez jadi salah tingkah dibuatnya antara lihat dan tidak. Lama kelamaan Dargombezpun protes.

“Bu, maaf. Mbok jangan begitu. Kalau saya sih nggak papa.
ANAK SAYA YANG NGGAK TAHAN”

Kamis, 03 Februari 2011

SENYUM SEJENAK SERI 125


PERCAKAPAN DI PASAR
Tukiyem yang sedang berbelanja tak sengaja mendengar percakapan  3 orang penjual sayur.
Penjual 1        : “ Eh, tau nggak suamiku kemaren dipanggil pak camat lho”
Penjual2         : “Oalah, yu...yu. Begitu aja kok bangga suamiku tuh, kemarin menghadap pak bupati”
Penjual3         : “Kalian berdua gitu aja bangga. Seminggu yang lalu suamiku noh...dipanggil Yang Kuasa”